Terulang Kembali! Ratapi Suramnya Masa Depan Pers di Bawah Taliban, Wartawan Afghanistan Melarikan Diri

- 22 Oktober 2021, 18:42 WIB
Wartawan Afghanistan Nematullah Naqdi dan Taqi Daryabi tiba di kantor surat kabar mereka setelah dibebaskan dari penahanan Taliban di Kabul
Wartawan Afghanistan Nematullah Naqdi dan Taqi Daryabi tiba di kantor surat kabar mereka setelah dibebaskan dari penahanan Taliban di Kabul /Wakil Kohsar/AFP


ZONABANTEN.com – Seorang wartawan Afghanistan bernama Shabir Ahmadi memulai pekerjaannya di TOLO TV, stasiun televisi paling populer dan terbesar di Afghanistan.

Sebuah serangan mematikan yang dilakukan Taliban terhadap sebuah bus yang membawa sekelompok awak media terjadi pada 21 Januari 2016 lalu.

Malam sebelumnya, seorang pelaku bom bunuh diri Taliban telah membunuh seorang desainer grafis, editor video, dekorator set, tiga artis sulih suara (dubber), dan seorang pengemudi yang bekerja untuk TOLO.

Ketika Ahmadi tiba di kantor TOLO keesokan paginya, penjaga di pintu masuk bingung dan masih berduka. Wajahnya ditutupi kesedihan.

Baca Juga: Taliban Sukses Kuasai Afganistan, Profesor Sejarah Islam: Mereka Siap Rebut Negara Pakistan

Mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan terhadap Ahmadi. Mereka melihat pria berusia 24 tahun itu bertanya apakah dia ‘gila’ mulai bekerja beberapa jam setelah perusahaan nya mendapat serangan.

Ahmadi akhirnya memulai pekerjaannya satu minggu kemudian.

Ia mengatakan jika suatu berita tidak pernah berhenti hingga kapan pun, bahkan ketika organisasi atau perusahaan pemberitaan sedang masuk dalam berita itu sendiri.

Setelah melaporkan kematian rekan-rekannya karena bom bunuh diri, pria bersenjata tak dikenal dan alat-alat peledak menjadi lebih sering dilancarkan Taliban.

Kelompok bersenjata tak dikenal terus mengincar para wartawan hingga lima tahun ke depan.

Baca Juga: Mekah Melonggarkan Pembatasan COVID-19, Masjidil Haram Tidak Lagi Menerapkan Jarak Sosial

Namun, Ahmadi dan ribuan pekerja media lain di Afghanistan tetap melanjutkan pekerjaan mereka tanpa terpengaruh apapun.

Ruang redaksi dan rumah produksi yang penuh dengan pria dan wanita bekerja sama untuk menciptakan media yang bebas dari intervensi manapun.

Namun, semuanya berubah pada 15 Agustus lalu, ketika datang berita bahwa Presiden Ashraf Ghani dan pejabat tinggi kabinet telah meninggalkan Afghanistan.

Datang lagi laporan jika Taliban yang baru saja memasuki distrik provinsi Kabul, sedang dalam perjalanan menuju ibu kota.

Tiba-tiba, ingatan tentang pengeboman dan pembunuhan pun muncul kembali. Ahmadi yang pada saat itu menjabat sebagai wakil kepala berita TOLO, bertemu dengan manajemen dan segera mengambil dua keputusan.

Baca Juga: Kesuksesan Taliban Bangkitkan Semangat Partai Radikal, TTP Siap IkutiJejak Kuasai Pakistan

“Hal pertama yang kami lakukan adalah mengirim semua staf wanita pulang,” kata Ahmadi dilansir ZONABANTEN.com dari Al Jazeera.

Keputusan kedua yang mereka buat adalah menghentikan penyiaran program musik dan hiburan.

Serial Turki, game shows, kompetisi menyanyi, talk shows, dan pertunjukan komedi yang ditonton jutaan orang harus berakhir malam itu.

Meskipun Taliban tidak membuat pernyataan resmi tentang penghentian program tersebut, Ahmadi mengatakan jika keputusan itu adalah tindakan pencegahan.

“Jika Anda memahami ketakutan malam itu, Anda akan menyadari mengapa kami mengambil keputusan seperti itu,” kata Ahmadi.

“Kami ingin menjadi orang yang menghentikan mereka, bukan Taliban,” ujarnya.

Baca Juga: Bikin Bingung! Taliban Bersumpah Tak Ada Balas Dendam, Tapi Keluarga Afghanistan Ini Ceritakan Sebaliknya

Lebih lanjut, ia mengatakan jika pernah mencoba bekerja sebagai jurnalis di Emirat Islam Taliban, namun sangat kesulitan.

Terdapat laporan tentang Taliban menyiksa wartawan, menyita peralatan mereka, memukuli mereka di jalan-jalan, memenjarakan mereka berminggu-minggu, dan menerapkan undang-undang pembatasan pers.

Pada bulan September, Ahmadi masuk di antara ratusan jurnalis dan pekerja media Afghanistan yang telah meninggalkan negara itu.

Eksodus wartawan telah menimbulkan pertanyaan serius tentang masa depan media di Afghanistan, di mana kebebasan pers adalah salah satu keuntungan nyata yang diperoleh dari 20 tahun pendudukan Barat.***

Editor: Rizki Ramadhan

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x