Dianggap Tak Becus Tangani Covid-19, Perdana Menteri Thailand Dituntut Mundur dari Jabatan

- 6 September 2021, 17:20 WIB
Aksi unjuk rasa terhadap pemerintah yang dianggap lamban menangani Covid-19
Aksi unjuk rasa terhadap pemerintah yang dianggap lamban menangani Covid-19 /tangkapan layar video The New York Times

ZONABANTEN.com – Kasus Covid-19 memang masih menjadi perkara di setiap negara selama 2 tahun terakhir.

Tidak hanya korban jiwa, namun kerugian-kerugian finansial juga dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Baru-baru ini sebagian warga Thailand menggelar aksi unjuk rasa untuk mengecam respon pemerintah Thailand yang dianggap tertinggal dalam menangani Covid-19.

Mereka juga menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Prayut Chan-o-Cha.

Baca Juga: Update Covid-19 Nasional Senin 6 September 2021, Sebaran Kasus Baru-Aktif & Vaksin di 34 Provinsi Indonesia

Sampai saat ini, sudah lebih dari 12.000 warga Thailand meninggal dunia pada 2021 akibat Covid-19.

Masyarakat yang telah divaksin juga masih sedikit jumlahnya.

Dalam tekanan seperti itu, polisi anti huru-hara di Bangkok, Thailand akhirnya melepaskan peluru karet dan gas air mata.

Seorang demonstran, Tanat Thanakitamnuay berdiri di atas truk dan mengecam para pemimpin Thailand atas tanggapan cerobohnya menangani pandemi.

Tanat kemudian terkena sebuah lemparan benda keras yang diyakini sebagai tabung gas air mata. Benda keras itu mengenai mata kanan dan merobek retinanya.

Baca Juga: Biofarma Produksi Alat Diagnosis COVID-19 dengan Metode Kumur Bernama BioSaliva

Atas kejadian itu, Tanat harus rela kehilangan penglihatannya.

“Saya mungkin dibutakan, tetapi sekarang saya lebih kuat dari sebelumnya. Saya melihat segalanya lebih jelas dari sebelumnya,” kata Tanat.

“Masyarakat sudah lama tahu betapa tidak kompetennya pemerintah ini. Covid-19 hanyalah lebih banyak bukti dan bukti,” lanjutnya.

Thailand memang telah menjadi contoh keangkuhan otoriter dan kurangnya akuntabilitas dalam pemerintahan terkait pandemi Covid-19.

Pada tahun ini, sudah lebih dari 12.000 orang meninggal dunia karena Covid-19. Ekonomi dan pariwisata juga porak-poranda, manufaktur pun mulai melambat.

Baca Juga: Sambut Baik PTM, Sekolah di Tangsel Kuatir Peserta Didik Bermain Game Saat PJJ

Kemarahan masyarakat menyebar dan tidak hanya terjadi di atas jalanan. Anggota parlemen oposisi mencoba untuk memberikan mosi tidak percaya pada Perdana Menteri Prayut Chan-o-Cha.

Tuduhan diajukan kepada pemerintahannya yang dianggap menyia-nyiakan waktu berbulan-bulan untuk memerangi virus corona.

Peluncuran vaksin musim panas ini juga sudah terlambat, ditambah penundaan manufaktur yang membuatnya semakin lambat.

Kegagalan pemerintah untuk mengamankan pasokan impor yang memadai telah memperburuk keadaan.

Hanya sekitar 15% dari populasi yang telah divaksinasi, dan ketidaksetaraan sosial telah membuat kaum muda yang kaya didahulukaan dibandingkan orang yang lebih tua dan miskin.

Baca Juga: Bolehkah Vaksin untuk Anak-Anak? Kok Pemerintah Inggris Belum Berani Merekomendasikan

Protes anti-pemerintah yang dilakukan warga Thailand sekarang terjadi setiap hari. Pada bulan Agustus, setidaknya 10 demonstrasi dibubarkan melalui kekerasan.

Seorang anak laki-laki berusia 15 tahun dikabarkan tertembak dan sedang menjalani perawatan intensif. Namun, polisi membantah telah menembakkan peluru tajam.

“Dulu, orang-orang mengatakan mereka tidak keluar untuk berunjuk rasa karena Covid, tetapi sekarang pemikirannya menjadi, 'kamu tinggal di rumah, maka kamu akan mati juga karena ketidakmampuan pemerintah merawat orang,'” kata seorang dokter bernama Tosaporn Sererak.***

Editor: Rizki Ramadhan

Sumber: New York Times


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x