Parah! Menteri Israel Amichai Eliyahu Ingin Hapus Bulan Ramadhan, Apa Alasannya?

5 Maret 2024, 09:15 WIB
Menteri Israel, Amichai Eliyahu ingin hapus Ramadhan /@amichai_eliyahu/Instagram

ZONABANTEN.com - Baru-baru ini, seruan kontroversial muncul dari menteri Israel, Amichai Eliyahu, yang menyerukan penghapusan bulan suci Ramadhan. Tindakan menteri Israel, Amichai Eliyahu yang menyebut ingin menghapus bulan Ramadhan ini telah memicu reaksi tajam dari netizen, yang bertanya-tanya tentang alasan di balik seruannya.

Namun, apa alsan dibalik pernyataan kontroversial menteri Israel tersebut? Apa alasan Amichai Eliyahu ingin menghapus Ramadhan.

Apakah hak tersebut terkait dengan konflik yang sedang terjadi antara Israel dan Palestina? Untuk lebih jelasnya, simak pembahasan berikut ini.

Siapa Itu Amichai Eliyahu

Amihai Eliyahu, lahir pada tanggal 24 April 1979 di Yerusalem, adalah seorang politikus Israel yang berasal dari partai sayap kanan Itamar Ben Gvir.

Dibesarkan di Shlomi, ia memiliki latar belakang yang kuat dalam politik dan warisan keagamaan.

Eliyahu adalah cucu dari Mordechai Eliyahu, seorang tokoh agama yang pernah menjabat sebagai Rabbi Sephardi Israel. 

Hal ini memberikan kepadanya kedekatan dengan tradisi dan nilai-nilai keagamaan dalam politik Israel.

Baca Juga: Pro-Sayap Kanan Israel Lakukan Demonstrasi di Yerusalem Saat Perang Masih Berkecamuk

Pada tahun 2022, Eliyahu dilantik sebagai Menteri Warisan Israel, menunjukkan peran pentingnya dalam pemerintahan.

Selain itu, ia juga mendapatkan kesempatan menjadi anggota Knesset untuk partai Otzma Yehudit.

Dalam pemilihan umum legislatif Israel 2022, Eliyahu menempati posisi keempat dalam daftar Otzma Yehudit, menegaskan popularitas dan pengaruhnya di kalangan pemilih sayap kanan.

Meskipun lahir di Yerusalem, Eliyahu saat ini tinggal di pemukiman Rimonim di Tepi Barat.

Alsan Amichai Eliyahu Ingin Hapus Bulan Ramadhan

Amichai Eliyahu, Menteri Warisan Israel, telah menjadi pusat perhatian dan kontroversi setelah pernyataannya yang kontroversial mengenai bulan Ramadhan menjadi viral. 

Melalui akun sosial media @_deedejavu pada tanggal 4 Maret 2024, Eliyahu disebut mengatakan keinginannya untuk menghapus bulan Ramadhan.

"Apa yang disebut sebagai bulan Ramadhan harus dihilangkan, dan ketakutan kita terhadap bulan ini juga harus dihilangkan," kata Eliyahu, seperti dikutip Zona Banten dari sosial media X @_deedejavu_ pada Senin, 4 Maret 2024.

Baca Juga: Dubes Palestina Husam Zomlot Tuding Inggris Biang Keladi Kekejaman Israel

Pernyataan ini langsung memicu reaksi dari berbagai pihak, terutama dari mereka yang menyokong Palestina. 

Eliyahu secara terang-terangan menyuarakan pandangan kontroversialnya, yang menyoroti perbedaan yang mendalam dalam pandangan politik dan agama di kawasan tersebut.

Sebagai seorang politikus dari sayap kanan, Eliyahu telah lama dikenal karena sikapnya yang keras terhadap isu-isu Palestina dan pandangannya yang keras terhadap Islam. 

Namun, pernyataannya yang mengusulkan penghapusan bulan Ramadhan telah mengundang kritik yang lebih tajam dari biasanya.

Kontroversi ini menyoroti kompleksitas politik dan agama di Timur Tengah, di mana konflik antara Israel dan Palestina seringkali terjalin dalam konteks budaya dan agama. 

Banyak yang berasumsi jika pernyataan Eliyahu ini lantaran adanya kekhawatiran akan terjadi bentrok di wilayah Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

Ketegangan ini dipicu oleh agresi yang terjadi di Jalur Gaza, yang telah menyebabkan lebih dari 30.400 korban tewas. 

Salah satu titik fokus utama adalah kompleks Masjid Al Aqsa, yang sering menjadi pemicu konflik antara warga Israel dan Palestina selama bertahun-tahun.

Baca Juga: Keffiyeh Palestina Justru Laku di AS Sejak Perang Israel-Hamas, Padahal Jadi Incaran Islamophobia

Pada bulan Ramadan, kekhawatiran akan meningkat, terutama setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengeluarkan pembatasan bagi Muslim yang ingin berkunjung ke Masjid Al Aqsa dengan alasan keamanan.

Keputusan ini dapat memicu ketegangan lebih lanjut di wilayah tersebut. Kompleks Masjid Al Aqsa telah menjadi titik nyala ketegangan sejak lama.

Pada tahun 2000, kunjungan kontroversial oleh pemimpin oposisi Israel, Ariel Sharon, memicu kerusuhan berdarah di situs tersebut. 

Kejadian serupa terjadi pada tahun 2023 dan 2022, ketika pasukan polisi dan warga Palestina bentrok setelah orang Yahudi berencana melakukan ritual di situs suci itu, yang dilarang dalam hukum Israel.

Meskipun aturan status quo hanya memperbolehkan umat Muslim untuk beribadah di sana, orang-orang Yahudi seringkali melanggar aturan tersebut dengan berdoa di situs tersebut.

Ini menimbulkan konflik lebih lanjut karena menurut hukum Yahudi, memasuki kompleks Masjid Al Aqsa atau yang juga dikenal sebagai Temple Mount, tidak boleh dilakukan karena sifat suci situs tersebut.

Kekhawatiran ini semakin diperparah oleh ketegangan politik dan agama yang berkelanjutan di wilayah tersebut.

Israel, bersama dengan komunitas internasional, harus bekerja keras untuk meredakan ketegangan dan mencegah terjadinya bentrokan yang dapat mengakibatkan kerugian lebih lanjut bagi kedua belah pihak.***

Editor: Dinda Indah Puspa Rini

Sumber: Twitter @_deedejavu_

Tags

Terkini

Terpopuler