Begini Persepsi Warga Korea Selatan Mengenai KDRT

25 April 2023, 12:24 WIB
Begini persepsi warga Korea Selatan mengenai KDRT (kekerasan dalam rumah tangga). /pixabay.com

ZONABANTEN.com - Pada November 2022 lalu, Korean Women's Development Institute (Institut Pengembangan Perempuan Korea) di Korea Selatan mengadakan sebuah survei.

 

Survei tersebut melibatkan 754 orang yang berusia di atas 19 tahun untuk mendapatkan hasil terbaru mengenai Dukungan dan Perlindungan Terpadu untuk Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).

 

Hasilnya yang dirilis pada Minggu, 23 April 2023, menunjukkan bahwa hanya 12,2 persen orang Korea Selatan yang memahami definisi kekerasan dalam rumah tangga dengan benar. 

 

Sebagaimana didefinisikan oleh Undang-Undang tentang Kasus Khusus Mengenai Hukuman atas Kejahatan KDRT, kekerasan dalam rumah tangga mengacu pada bahaya fisik atau psikologis yang ditimbulkan oleh anggota keluarga terhadap anggota keluarga lain dalam sebuah rumah tangga. 

 

Baca Juga: Angka Kelahiran Terus Menurun, Korea Selatan Diprediksi Jadi Negara Hilang

 

Undang-undang tersebut menetapkan bahwa anggota keluarga mencakup hubungan antara pasangan, orang tua dan anak, serta kerabat yang tinggal bersama.

 

Studi ini menunjukkan bahwa korban KDRT sebagian besar dianggap sebagai perempuan, karena 91,4 persen responden percaya bahwa kerugian yang ditimbulkan oleh suami terhadap istrinya merupakan KDRT.

 

Sementara itu, hanya 50 persen yang menyadari bahwa situasi sebaliknya juga termasuk dalam kategori KDRT.

 

Alhasil, satu dari setiap dua orang dewasa Korea Selatan secara keliru percaya bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang istri terhadap suaminya bukanlah kekerasan dalam rumah tangga. 

 

Baca Juga: Mahasiswa Jepang Asal Hong Kong Ditangkap usai Berkomentar di Media Sosial

 

Akibatnya, sistem dukungan korban KDRT di Korea Selatan hanya fokus pada korban perempuan, sehingga menyulitkan korban lain seperti anak-anak, orang tua, sampai penyandang disabilitas untuk mendapatkan bantuan yang tepat.

 

Hasil survei tersebut juga menunjukkan bahwa tingkat pelaporan kasus KDRT masih rendah karena beberapa alasan.

 

Padahal, lebih dari separuh atau 55,7 persen responden mengatakan bahwa mereka mengalami KDRT, tetapi hanya 13,1 persen yang melaporkannya ke polisi.

 

Sebanyak 50,1 persen responden mengatakan bahwa alasan terbesar mereka untuk tidak melapor ke para penegak hukum adalah karena mereka menganggap bahwa hal tersebut adalah masalah keluarga.

 

Baca Juga: Terancam Punah, Pengunjung Pantai Kaimana Diminta untuk Menjauh dari Anjing Laut Hawaii

 

Selain itu, hanya 27,5 persen, atau 64 dari 233 saksi KDRT yang melaporkan kejadian tersebut kepada polisi. 

 

Para responden mengatakan bahwa mereka tidak melaporkan kasus-kasus tersebut karena mereka tidak tahu apakah tindakan tersebut merupakan KDRT (36,1 persen), mengira itu adalah masalah keluarga (33,3 persen), merasa bahwa pelaporan tidak akan membuat perbedaan (28,4 persen), dan takut pelaku akan menyakiti responden jika melapor (26,6 persen).

 

Moon Yoo-kyung selaku Direktur Korean Women's Development Institute mengatakan, “Pertengkaran antara pasangan atau hukuman fisik dalam pendidikan anak sering dianggap tidak dapat dihindari atau sebagai masalah pribadi di Korea.”

 

Akibatnya, hal ini menyulitkan pihak luar untuk mengintervensi dan menghentikan kekerasan tersebut. ***

Editor: Rismahani Ulina Lubis

Sumber: The Korea Times

Tags

Terkini

Terpopuler