Presiden di Eropa Ini Mundur Gara-gara Merasa Kalah Saing dari Perdana Menteri, Padahal Sudah 4 Tahun Menjabat

25 Januari 2022, 21:12 WIB
Presiden di Eropa Ini Mundur Gara-gara Merasa Kalah Saing dari Perdana Menteri, Padahal Sudah 4 Tahun Menjabat. /Adrian Dennis/Pool via REUTERS /

ZONABANTEN.com - Seorang presiden salah satu negara di Eropa memutuskan mundur dari jabatannya gara-gara merasa kalah bersaing dari perdana menteri.

Padahal, sang presiden sudah menjabat selama empat tahun. Namun, kini dia merasa tak punya kekuatan lebih hebat dibanding perdana menteri.

Dia adalah Armen Sarkissian, Presiden Armenia, salah satu negara di Eropa Timur, pecahan dari Uni Soviet di era awal 1990-an.

Presiden Armenia Armen Sarkissian mengajukan pengunduran dirinya pada Minggu 23 Januari 2022 setelah menjabat sejak 2018, seperti dilaporkan Reuters.

Baca Juga: Resmi! Taiwan Tidak Akan Mengirim Pejabatnya ke Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022

Alasannya, dia meyakini konstitusi negara tidak memberinya kekuatan yang cukup untuk mempengaruhi kebijakan politik di negaranya.

Sarkissian menilai peran perdana menteri di negaranya jauh lebih kuat daripada presiden, karena konstitusi tidak memberinya pengaruh yang cukup.

Ini menyusul perselisihannya dengan Perdana Menteri Nikol Pashinyan sejak tahun lalu karena sejumlah masalah, termasuk pemecatan kepala militer.

"Saya sudah berpikir lama," kata Sarkissian dalam sebuah pernyataan yang dipublikasikan di situs resmi presiden.

Baca Juga: Mendadak Viral, Lagu ENHYPEN 'Polaroid Love' Kian Melesat di Chart Musik

"Saya telah memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan Presiden Republik setelah bekerja aktif selama sekitar empat tahun," ucapnya.

"Pertanyaan yang mungkin muncul adalah mengapa Presiden gagal mempengaruhi peristiwa politik yang membawa krisis nasional saat ini," ujarnya lagi.

"Alasannya jelas; kurangnya alat yang tepat, Konstitusi. Akar dari beberapa potensi masalah tersembunyi dalam Hukum Dasar ini," katanya menambahkan.

Kekuasaan presiden di Armenia memang secara signifikan telah dibatasi, sejak negara itu jadi republik parlementer berdasarkan referendum Desember 2015.

Baca Juga: Makin Tegang! Korea Utara Kembali Tembakkan 2 Rudal Jelajah, Aksi Kelima dalam Tahun Ini

Meski begitu, Sarkissian tidak secara langsung merujuk pada peristiwa atau isu tertentu, terutama terkait perselisihan dengan perdana menteri.

Beberapa peristiwa politik, termasuk dalam tingkat global telah mendatangkan krisis nasional di negara tersebut belakangan ini.

Salah satunya, Armenia telah menyetujui gencatan senjata dengan Azerbaijan di perbatasan mereka pada November 2021 lalu.

Saat itu, Rusia mendesak Armenia untuk mundur dari konfrontasi menyusul bentrokan paling mematikan sejak perang enam minggu pada tahun 2020.

Baca Juga: Na In Woo Bergabung Sebagai Anggota Baru di 2 Days & 1 Night Season 4

Dalam peristiwa itu pun, Rusia juga ikut menengahi dengan menghasilkan kesepakatan damai untuk mengakhiri permusuhan Armenia-Azerbaijan.

Sebenarnya, Perdana Menteri Pashinyan sejak itu yang berada di bawah tekanan. Aksi protes menuntut dia untuk mundur muncul di jalanan.

Pasalnya, dalam kesepakatan 2020 tersebut, Azerbaijan malah mendapatkan kembali kendali atas wilayah yang telah hilang selama perang awal 1990-an.

Baca Juga: Acara Televisi Amerika Serikat Mengungkap Akar Umat Manusia Ada Pada Wanita Afrika

Armenia sendiri hingga kini masih tetap bergantung pada Rusia untuk bantuan dan investasi, meski mereka memisahkan diri dari Uni Soviet pada 1991.

Sementara di dalam negeri, banyak warga yang menuduh pemerintah melakukan korupsi dan salah dalam menangani ekonomi.***

Editor: IDHY ADHYANINDA SUGENG MULYANDINI

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler