Menilik Aksi Brutal dan Kerasnya Barak Pelatihan Pasukan Katak di Taiwan

18 Januari 2022, 09:51 WIB
Salah satu prajurit tengah berjalan dengan badannya melintasi jalan bebatuan sebagai bentuk pelatihan pasukan katak di Taiwan. /Tangkapan layar video Reuters /

ZONABANTEN.com - Keras dan brutalnya kehidupan barak pelatihan pasukan katak di Taiwan bisa membuat banyak orang bergidik ngilu.

Angin dingin bertiup melintasi Selat Taiwan saat sekelompok kecil marinir Taiwan terpaku menggigil di dermaga terpencil pada dini hari. Celana pendek dan lapisan jaket tipis harus basah kuyup setelah seharian menghabiskan waktu di laut.

"Apakah kamu putri tidur?! Kamu sedang bolos kelas?!" teriak seorang pelatih pada pria kurus yang hampir tidak tidur selama berhari-hari.

Mereka melakukan sit-up dan latihan lain di lantai beton yang kasar, beberapa pingsan karena kelelahan.

Para prajurit yang diberikan instruksi oleh instruktur di dermaga. /Reuters/Ann Wang
Namun, hal ini tidak mematahkan daya juang para prajurit. Semburan air dingin dari selang selalu membuat mereka tersadar.

Masuk ke unit elit Amfibi Pengintaian dan Patroli (ARP) angkatan laut Taiwan bukanlah untuk menjadi lemah hati.

Apabila terjadi perang dengan China yang mengklaim pulau demokrasi itu sebagai miliknya dan meningkatkan tekanan militer dan politiknya terhadap Taiwan, pasukan katak ARP siap melintasi selat dengan perahu kecil untuk mengintai lokasi lawan.

Pelatihan pasukan katak ini dilakukan selama 10 minggu di pangkalan angkatan laut Zuoying yang luas di Taiwan selatan. Untuk menseleksi prajurit terbaik, dari 31 orang yang memulai, hanya 15 yang berhasil menuntaskan.

Baca Juga: Oki Setiana Dewi Ungkap Ria Ricis dan Teuku Ryan Akan Adakan Ngunduh Mantu

"Saya tidak takut mati," ujar Fu Yu (30) setelah menyelesaikan 'jalan menuju surga', sebuah rintangan terakhir yang terdiri dari hamparan batu sepanjang 100 meter di mana para prajurit harus berjalan dengan perut mereka.

Rintangan terakhir yang disebut 'jalan surga'. /Tangkapan layar video Reuters
"Ini adalah tanggung jawab seorang prajurit, ini sesuatu yang harus kita lakukan," tambahnya.

Selama pelatihan ini mereka harus menanggung beratnya pelatihan, mulai dari perjalanan panjang di dalam air yang memakan waktu berjam-jam dan teriakan terus-menerus yang dilakukan para instruktur.

Banyak waktu dihabiskan di laut dan kolam renang bahkan dengan tangan dan kaki terikat. Belajar bagaimana menahan napas untuk waktu yang lama, berenang dengan peralatan tempur lengkap, dan menyusup ke pantai dari laut.

Tampak kedua prajurit tengah mengikat kedua kakinya sebagai seleksi. /Reuters/Ann Wang
Setiap enam jam mereka memiliki satu jam istirahat. Pada saat itu mereka harus makan, mengupas umbi bawang putih untuk meningkatkan sistem kekebalan mereka, mendapatkan perawatan medis, pergi ke toilet dan berbaring sejenak.

Mungkin hanya akan berakhir dengan tidur lima menit lalu kembali meringkuk bersama di lantai dingin beralaskan kain hijau tipis, dan langsung terbangun dengan bunyi peluit yang melengking.

Mereka harus menahan kantuk dengan memaksa kedua kelopak mata terbuka dengan jari tangannya. /Reuters/Ann Wang
Tujuan dari semua ini adalah memberi tekad yang kuat saat terjun langsung dalam peperangan. Tidak peduli betapa sulitnya pelatihan, mereka menciptakan kesetiaan yang teguh kepada rekan-rekan militernya.

Para kandidat semuanya adalah sukarelawan, didorong untuk bergabung dengan pasukan khusus dari campuran patriotisme dan keinginan untuk mendorong batas pribadi mereka.

Wu Yu Wei (26) mengatakan dia menganggapnya sebagai 'tantangan pribadi'.

"Yang paling susah adalah mengatur waktu. Membagi waktu untuk istirahat, beralih ke toilet, dan hanya minum air seteguk sebelum lanjut ke bagian selanjutnya," ujarnya.

"Beberapa hari pertama melelahkan, dan kemudian akan terbiasa. Harus kuat dan mengandalkan tekad yang kita punya," tuturnya kembali.

Baca Juga: Choi Yena Umumkan Nama Fan Club Resmi, Bicara Persiapan Debut Solonya, dan Dukungan dari Anggota IZONE

Para pelatih mengatakan bahwa tujuan ini bukanlah kekejaman namun untuk mensimulasikan kesulitan perang, seperti kurang tidur yang ekstrem dan melihat siapa yang memiliki stamina dan nyali untuk melakukannya.

"Tentu saja, kami sama sekali tidak akan memaksa siapa pun, semua orang ada di sini secara sukarela. Itu sebabnya kami sangat keras dengan mereka dan juga melenyapkan mereka dengan ketat," ujar pelatih Chen Shou Lih, 26 tahun.

"Kami tidak akan membiarkan para peserta begitu saja hanya karena ingin datang, kami harus melatih kedisplinan dan tekad tiap masing-masing prajurit," tutupnya.***

Editor: Yuliansyah

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler