Pasangan Suami Istri Terpaksa Aborsi Kandungan Setelah 25 Minggu Akibat Kelalaian Bidan Mereka

23 Juni 2021, 07:43 WIB
ilustrasi janin /Pixabay

ZONABANTEN.com —‌‌‌‌ Pasangan muda di Selandia Baru membuat keputusan yang melelahkan untuk mengakhiri kehamilan pertama mereka pada 25 minggu setelah bidan gagal membaca dua USG sebelumnya yang menunjukkan kelainan yang signifikan.

Jika hasil scan telah dibaca oleh bidan, masalah dengan kehamilan kemungkinan akan diketahui empat minggu sebelumnya.

Sebaliknya, wanita itu terpaksa membuat keputusan aborsi jauh lebih lambat dari yang biasanya disarankan. 

Aborsi setelah 20 minggu, yang dilakukan oleh pasangan tersebut, sangat jarang dilakukan.

Menurut Kementerian Kesehatan Selandia Baru, angka kejadiannya hanya mencapai 0,4 persen pada 2018.

Baca Juga: Curhat Nora Alexandra Kesal Dihujat Gegara Kelakuan Jerinx: Intinya Aku Sudah Nyerah Untuk Kasih Tahu

Hari ini, pasangan itu mendapatkan permintaan maaf dari bidan setelah mendapatkan penyelidikan oleh pengawas kesehatan negara itu, Komisi Kesehatan dan Disabilitas (Health and Disability Comission atau HDC).

Permohonan maaf itu terjadi setidaknya dua tahun setelah kehilangan tragis yang mereka alami.

Rose Wall, Wakil HDC, mengkritik bidan karena gagal membaca hasil dua pemindaian ultrasound, dengan mengatakan itu adalah "persyaratan dasar dari setiap profesional kesehatan".

Sebuah laporan mengenai kasus ini menyatakan, permintaan informasi dari wanita tersebut kepada bidan, tentang laporan dari sang bidan, hanya dibalas dengan janji yang tidak dipenuhi atau keheningan dari bidan.

Laporan mengenai kasus tersebut juga memiliki sebuah pesan dari wanita kepada bidan yang sama.

"Saya seharusnya dirujuk ke spesialis empat minggu lalu setelah pemindaian 16 minggu saya” ujar pesan tersebut.

“Saya telah secara khusus bertanya kepada Anda dua kali tentang laporan radiologi dan tidak mendapatkannya. balasan," ujar lanjutan dari pesan tersebut.

Baca Juga: Billie Eilish Minta Maaf dan Klarifikasi Video Bernada Rasis di Masa Lalu dan Tuduhan Anti-Asia

Wall mengatakan kasus ini menyoroti pentingnya komunikasi antara seorang wanita dengan bidan lead maternity carer (LMC) yang menangani mereka.

Sementara itu, bidan junior juga harus mengenali keterbatasan mereka dan memastikan mereka menanggung beban kasus yang sesuai dengan pengalaman mereka.

Penasihat ahli kebidanan independen mengatakan kepada HDC selama penyelidikan bahwa seorang bidan diharapkan membaca dan membenarkan setiap hasil pemeriksaan.

Wakil komisaris mengatakan bidan terkait telah merenungkan peristiwa ini dan memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai bidan LMC, dan telah memberikan permintaan maaf tertulis kepada wanita tersebut.

Laporan sang komisaris juga merekomendasikan agar, apabila sang bidan memulai kembali pekerjaannya, dia menerima semua laporan pemindaian dan laboratorium secara elektronik.

Laporan itu juga menyarankan sang bidan untuk membuat sebuah sistem catatan elektronik yang terbagi bersama untuk bidan dalam praktik dan memperkenalkan sistem deretan "tugas yang harus dilakukan".***

Editor: Bondan Kartiko Kurniawan

Tags

Terkini

Terpopuler