Apa Penyebab Awal Ramadhan di Indonesia Berbeda-beda? Begini Penjelasan Ilmiahnya

- 4 Maret 2024, 19:40 WIB
Alasan mengapa di Indonesia memiliki perbedaan waktu mengenai penetapan awal Ramadhan.
Alasan mengapa di Indonesia memiliki perbedaan waktu mengenai penetapan awal Ramadhan. /Pixabay/
ZONABANTEN.com- Awal Ramadan sering kali menjadi momen yang memunculkan perbedaan pendapat di kalangan umat Islam. Hal ini tidak terkecuali di Indonesia, di mana beberapa kelompok mulai berpuasa pada tanggal yang berbeda setiap tahunnya.
 
Dengan adanya perbedaan dalam penentuan awal Ramadan di Indonesia, penting bagi umat Islam untuk memahami bahwa perbedaan ini bukanlah hal yang baru dan bahwa ada berbagai faktor yang memengaruhinya. 
 
Lebih penting lagi, umat Islam perlu menjaga persatuan dan kesatuan dalam menjalankan ibadah Ramadan, meskipun mungkin terjadi perbedaan dalam penentuan tanggal awalnya.
 
 
Namun apa sebenarnya yang menjadi penyebab perbedaan penentuan awal Ramadhan di Indonesia tersebut? Apakah ada penjelasan ilmiahnya.
 
Menjawab rasa penasaran publik, dalam artikel ini Tim Zona Banten akan membahas alasan mengapa di Indonesia memiliki perbedaan waktu dalam menentukan awal Ramadhan.
 
Alasan Mengapa Awal Ramadhan di Indonesia Berbeda-beda
 
Penetapan awal dan akhir bulan Ramadhan setiap tahunnya sering menjadi subjek perdebatan di kalangan masyarakat Indonesia. 
 
Hal ini disebabkan oleh perbedaan metode yang digunakan oleh organisasi Islam terbesar di Indonesia.
 
Muhammadiyah, menggunakan metode hisab atau perhitungan, sementara Nadhlatul Ulama (NU) menggunakan metode rukyat, yang melibatkan pemantauan munculnya hilal baik dengan mata telanjang maupun teleskop.
 
Dilansir laman resmi Kemenag, terdapat beberapa kriteria penetapan awal Ramadhan di Indonesia. Pertama, imkanur rukyat (visibilitas hilal), di mana hilal harus berada minimal 2 derajat di atas ufuk agar dapat terlihat. 
 
 
Kedua, wujudul hilal, yang menetapkan bahwa awal bulan Ramadhan adalah ketika konjungsi telah terjadi sebelum matahari terbenam dan bulan terbenam setelah matahari terbenam. 
 
Ketiga, imkanur rukyat MABIMS, yang ditetapkan berdasarkan musyawarah Menteri Agama dari Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Dan keempat, rukyat global, yang menetapkan bahwa jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa.
 
Perbedaan metode ini mengakibatkan perbedaan pendapat dalam menentukan awal Ramadhan. Namun, penting untuk menghargai keragaman ini, karena bulan Ramadhan merupakan waktu yang sakral dan harus disambut dengan kedamaian serta persaudaraan.
 
Indonesia memiliki keanekaragaman geografis yang luas, dengan pulau-pulau yang terpisah dan beragam kondisi cuaca. Hal ini dapat memengaruhi kemampuan untuk melihat hilal (bulan sabit) yang menandai awal Ramadan. 
 
Di daerah-daerah tertentu, cuaca yang buruk atau polusi cahaya dapat menghalangi pengamatan hilal, menyebabkan perbedaan dalam penentuan awal Ramadan.
 
 
Selain perbedaan metode, terdapat pula perbedaan dalam interpretasi otoritas agama terkait dengan penentuan awal Ramadan. 
 
Beberapa ulama dan lembaga agama lebih cenderung untuk mengikuti otoritas lokal atau lembaga tertentu dalam menentukan awal Ramadan, sementara yang lain lebih memilih untuk mengikuti otoritas global atau lembaga internasional.
 
Pemerintah, sesuai fatwa MUI No 2 tahun 2004, menggunakan kedua metode tersebut, yaitu hisab dan rukyatul hilal. 
 
Hasil perhitungan hisab digunakan sebagai informasi awal, kemudian dikonfirmasi melalui mekanisme rukyat. Keputusan akhir kemudian dibahas bersama ormas Islam, duta besar negara sahabat, dan para pakar dalam Sidang Isbat.
 
Dalam Islam, perbedaan pendapat dalam masalah fikih adalah hal lumrah. Namun, dalam masalah yang menyangkut kepentingan umat, keputusan pemerintah menjadi solusi yang harus ditaati. 
 
Kaidah fikih menyatakan bahwa keputusan pemerintah mengikat dan menghilangkan perbedaan pendapat.
 
Meskipun berbeda dengan keputusan pemerintah tidak dilarang, namun untuk menghindari kebingungan masyarakat, keputusan pemerintah sebaiknya dijadikan solusi. 
 
 
Pemerintah hadir untuk menjembatani pihak-pihak yang berselisih pendapat agar terhindari perpecahan yang berlanjut.
 
Dengan demikian, meskipun perbedaan awal Ramadan terjadi, penting bagi umat Islam untuk bersatu dalam memulai dan mengakhiri ibadah puasa bersama-sama.***

Editor: Rahman Wahid

Sumber: Kemenag.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x