Pertama ia merasa bahwa Presiden Jokowi telah menggunakan kekuasaannya dan sistem hukum secara salah, untuk menghalangi Anies Baswedan agar tak dapat mencalonkan diri sebagai presiden.
Ini dapat dilihat berdasarkan kesaksian Rachland Nashidik yang ia tanyai untuk menjelaskan mengapa Presiden SBY akan turun gunung mengawal Pemilu 2024, pada September 2022 lalu.
Dalam surat itu dikatakan bahwa Rachland Nashidik bersaksi adanya “tokoh bangsa yang pernah menjadi wakil presiden”, yang menyampaikan hal meresahkan pada Presiden SBY.
Tokoh ini sebelumnya diketahui telah bertemu Presiden Jokowi, di mana orang nomor satu di Indonesia tersebut menyampaikan hanya akan ada dua capres dan tidak melibatkan Anies Baswedan.
Baca Juga: 7 Tahun Absen, Final Fantasy 16 Bakal Hadir Sebelum Libur Idul Adha! Ini Informasinya
Kedua, Denny merasa bahwa Pengajuan Kembali ke Mahkamah Agung oleh Staf Kepresidenan Moeldoko merupakan upaya untuk mengganggu kedaulatan Partai Demokrat.
Gangguan terhadap Partai Demokrat nantinya akan berdampak pula pada pencalonan Anies, sementara terkait ini sikap Presiden Jokowi terkesan “membiarkan”.
Sikap Presiden Jokowi tersebut dianggap telah membiarkan pelanggaran Undang-Undang Partai Politik yang menjamin kedaulatan setiap Parpol.
Ketiga, Denny merasa bahwa Presiden Jokowi menggunakan kekuasaannya dan sistem hukum untuk mengintervesi para pimpinan partai, untuk menentukan arah koalisi dan pasangan capres-cawapres.