Sebanyak 15 dari 19 pangeran ikut serta dengan Diponegoro. Bahkan, Diponegoro juga berhasil memobilisasi para bandit profesional yang sebelumnya ditakuti oleh penduduk desa.
Perjuangannya dibantu oleh Kyai Mojo, yang juga menjadi pemimpin spiritual pemberontakan tersebut.
Dalam perang ini, Pangeran Diponegoro juga berkoordinasi dengan I.S.K.S Pakubowono VI, serta Raden Tumenggung Prawirodigdoyo, Bupati Gagatan.
Pada tahun 1827, Belanda menyerang dengan menggunakan sistem benteng, sehingga pasukan Diponegoro terjepit.
Baca Juga: Hari Ini dalam Sejarah: Insiden Hotel Yamato, Dirobeknya Bendera Belanda oleh Pejuang Surabaya
Dua tahun kemudian, Kyai Mojo ditangkap. Kemudian, Pangeran Mangkubumi dan panglima utamanya, Alibasah Sentot Prawirodirjo, menyerah kepada Belanda.
Akhirnya, pada 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang.
Di sana Pangeran menyatakan bersedia untuk menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan.
Pangeran diasingkan ke Manado, lalu dipindahkan ke Makassar, hingga wafatnya di Benteng Rotterdam pada 8 Januari 1855.
Perang Diponegoro telah menelan korban tewas sebanyak 200.000 jiwa penduduk Jawa, sementara korban tewas dari pihak Belanda berjumlah 8.000 tentara dan 7.000 serdadu pribumi.