Harga Rokok Tahun 2022 Bisa Mencapai Rp40 Ribu Per Bungkus, Akibat Cukai Tembakau Naik

- 14 Desember 2021, 21:56 WIB
Harga 1 bungkus rokok di tahun 2022 bisa mencapai Rp40 ribu
Harga 1 bungkus rokok di tahun 2022 bisa mencapai Rp40 ribu /Pexels

ZONABANTEN.com - Harga rokok di awal tahun 2022 bisa mencapi Rp40 ribu per bungkus, hal ini terjadi setelah Kementerian Keuangan Indonesia pada 13 Desember 2021, resmi menaikan tarif cukai hasil tembakau, dengan kenaikan rata-rata sebanyak 12 persen.

Kabar Melejitnya harga rokok hingga bisa mencapai Rp40 ribu di awal tahun depan merupakan hal yang membuat para perokok aktif di Indonesia merasa kurang senang.

Melansir dari laman website resmi Kementerian Keuangan Indonesia, tarif cukai tembakau dinaikkan yang berimbas terhadap naiknya harga rokok bertujuan untuk peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang menjadi agenda krusial dalam upaya peningkatan produktivitas nasional.

Baca Juga: Rizky Nazar Positif Ganja, Tissa Biani: Lo Orang Baik

Dalam rinciannya, Sri Mulyani selaku menteri keuangan, menjelaskan kenaikan tarif cukai Sigaret Putih Mesin (SPM) I sebesar 13,9% dengan harga Rp40.100; sedangkan SPM golongan IIA: 12,4% yang dibanderol Rp22.700; SPM golongan IIB: 14,4% atau sebesar Rp22.700.

Sedangkan, sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan I: 13,9% seharga Rp38.100; lalu SKM golongan IIA: 12,1% senilai Rp22.800; SKM golongan IIB: 14,3% yang dibanderol seharga Rp22.800.

"Sedangkan, sigaret Kretek Tangan 1A 3,5%; SKT IB 4,5%; SKT II 2,5%; SKT III 4,5%," ujar Menkeu secara daring dalam Press Statement Kebijakan Cukai Hasil Tembakau 2022, pada 13 Desember 2021.

Baca Juga: 'Squid Game' Mendapatkan Tiga Nominasi di Golden Globes Awards

Dalam paparannya, Menkeu menjelaskan pengenaan cukai ditujukan sebagai upaya pengendalian konsumsi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Cukai.

 Kebijakan cukai juga mempertimbangkan dampak terhadap petani tembakau, pekerja, serta industri hasil tembakau secara keseluruhan.

“Kenaikan itu pun bukan hanya mempertimbangkan isu kesehatan, tetapi juga memperhatikan perlindungan buruh, petani, dan industri rokok,” kata Menkeu.

Menkeu menyebut rokok menjadi pengeluaran kedua tertinggi masyarakat miskin di perkotaan dan perdesaan setelah konsumsi beras.

Baca Juga: TWICE Menambahkan Dua Konser Lagi Setelah Menjual Semua Tiket

Dilihat dari total pengeluaran, konsumsi rokok mencapai 11,9 persen di perkotaan dan 11,24 persen di pedesaan. Angka tersebut lebih rendah dari konsumsi beras dan bahkan lebih tinggi dibandingkan pengeluaran untuk protein, seperti daging, telur, tempe, serta ikan.

"Sehingga rokok menjadikan masyarakat miskin. Harga sebungkus memang dibuat semakin tidak terjangkau bagi masyarakat miskin,” ujar Menkeu.

Dari sisi kesehatan, rokok memicu risiko stunting pada anak dan bisa memperparah dampak kesehatan akibat Covid-19 atau 14 kali berisiko terkena Covid-19 dibandingkan dengan bukan perokok.

Di samping menimbulkan kerugian jangka panjang bagi perekonomian, rokok juga berdampak langsung pada kenaikan biaya kesehatan.

"Ini membebani karena sebagian pasien Covid-19 ditanggung negara,” kata Menkeu.

Baca Juga: Profil Lengkap Rizky Nazar, Aktor Indonesia yang Ditangkap Karena Konsumsi Ganja

Kebijakan CHT juga bertujuan untuk mengendalikan tingkat konsumsi rokok di masyarakat, khususnya di kalangan anak-anak dan remaja.

Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Pemerintah menargetkan prevalensi merokok anak Indonesia usia 10-18 tahun turun minimal menjadi 8,7 persen di tahun 2024.

"Kita mencoba menurunkan kembali prevalensi berdasarkan RPJMN untuk mencapai 8,7 turun dari 9,1 persen dari 2018," ujar Menkeu.

Baca Juga: Restoran Nusr-Et Mahal Salt Bae Kini Jadi Restoran yang ‘Memalukan’ di London : Daging Bau, Porsi Kecil!

Adapun kenaikan tarif CHT turut mendukung program pembangunan nasional melalui penerimaan negara.

Hal ini diundangkan dalam UU APBN 2022 sebesar Rp193 triliun. Selain itu, kebijakan CHT juga penting sebagai mitigasi atas dampak kebijakan yang berpotensi mendorong rokok ilegal.

“Semakin tinggi harga, semakin besar potensi terjadinya produksi rokok ilegal,” ujar Menkeu. ***

Editor: Bunga Angeli

Sumber: Kemenkeu


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah