Sekularisasi Muslim Uighur, Aktivis: Anak-anak Dibagikan Menu Makanan Babi Tanpa Diberi Tahu

- 5 Desember 2020, 17:52 WIB
Ilustrasi anak-anak Muslim Uighur.
Ilustrasi anak-anak Muslim Uighur. /Pixabay/Wikilmages.

ZONABANTEN.com - Upaya China membangun pusat peternakan babi di Xinjiang diduga sebagai upaya merubah Muslim Uighur menjadi sekuler.

Satu artikel berita yang diterbitkan pada bulan Mei yang direkam Zenz menggambarkan sebuah peternakan baru di wilayah Kashgar selatan, yang bertujuan untuk menghasilkan 40.000 babi setiap tahun.

Proyek ini diperkirakan akan menempati area seluas 25.000 meter persegi.

Sementara upaya China memaksakan Ideologi sekuler lainnya adalah dengan memaksa para tahanan di kamp konsentrasi untuk makan babi setiap hari jumat.

Seorang yang aktivis yang pernah menjadi tahanan di kamp konsentrasi, Sayragul Sautbay juga mengungkapkan praktik yang membuat Muslim makan daging babi di luar kamp penahanan.

Baca Juga: Pembangunan Pusat Peternakan Babi di Xinjiang, Upaya China Sekulerkan Muslim Uighur

Di sebuah sekolah di Altay, kota di utara Xinjiang, siswa juga dipaksa makan daging babi yang dianggap haram untuk Muslim tersebut.

Menurutnya, ketika banyak yang menolak dan berdemonstrasi melawan pihak sekolah, pemerintah mengirim tentara untuk turun tangan.

Pemerintah Xinjiang juga memulai inisiatif yang disebut 'makanan gratis' untuk anak-anak Muslim di taman kanak-kanak.

Mereka disajikan daging babi tanpa sepengetahuan mereka.

Ide dasarnya adalah agar anak-anak Muslim mengenal rasa makanan nonhalal sedini mungkin.

"China menggunakan taktik berbeda untuk memaksa warga Uighur dan populasi Muslim lainnya untuk makan daging babi," ujar Sautbay.

"Pemerintah China berusaha untuk 'melazimkan' praktik terlarang bagi Muslim di Xinjiang, termasuk beternak babi atau makan daging babi dan minum alkohol,"
Ujar Arslan Hidayat, seorang aktivis hak-hak Uighur yang berbasis di Turki sekaligus sekretaris jenderal Asosiasi Kebangkitan Uighur.

Baca Juga: Ajak Warga Tangsel Datang ke TPS, Ini pilihan Andre Taulany si 'Sultan Bintaro'

Pada 2018, sebagai bagian dari kebijakan resmi negara, pemerintah Xinjiang mengumumkan semua restoran halal di wilayah itu diminta untuk 'beroperasi secara normal' selama Ramadan. Di tahun-tahun sebelumnya, mereka tutup selama ritual puasa sebulan penuh.

Menurut laman resmi pemerintah Xinjiang, arahan itu dimaksudkan untuk memastikan tatanan kehidupan normal selama Ramadan.

Namun, Zenz yakin perintah itu bermakna pemerintah ingin memastikan orang Uighur makan dan tidak puasa di siang hari.

Ia juga membagikan 2 dokumen resmi lainnya yang ditulis dalam bahasa China.

Dokumen itu menunjukkan pemerintah di Kashgar membagikan uang untuk makanan sebagian besar staf Uighur Muslim selama Ramadan.

Pada 2018, kantor berita Reuters juga melaporkan tentang 'kampanye antihalal' di Urumqi untuk menghentikan Islam menembus kehidupan sekuler dan memicu ekstremisme.

Sementara itu, pakar urusan China yang berbasis di Beijing, Einar Tangen, mengatakan pemerintah China merasa sangat kuat dan banyak penduduk Xinjiang telah diradikalisasi dalam beberapa tahun terakhir.

Menurut pandangan Beijing, satu-satunya cara untuk mengatasi situasi di Xinjiang adalah dengan memberi penduduk pendidikan yang seharusnya mereka dapat saat masih kecil. Itu sebabnya muncul 'kamp pelatihan'.

Baca Juga: Waspadalah, Zona Patahan di Selatan Jawa, Berpotensi Timbulkan Gempa Dasar Laut Hingga Tsunami

"Mereka mengalihkan warga melalui kamp pendidikan ini. Mereka diajari keterampilan, bahasa, sejarah, dan itulah cara menghadapinya," dalih Tangen.

Tangen juga mengklaim situasi ekonomi di Xinjiang meningkat drastis dan orang-orang di sana menjadi lebih baik.

Terkait tuduhan yang memaksa umat Islam makan daging babi, Tangen mengaku tak tahu apakah informasi itu 'faktual'.

Namun, jika memang terjadi, itu bukan hasil dari 'kebijakan pemerintah pusat'.

Menurutnya, mungkin ada 'beberapa oknum' yang melakukan pelanggaran dalam birokrasi besar seperti di China.

Kuncinya adalah menemukan orang-orang ini dan menghukum mereka.

Di sisi lain, pemerintah China tidak banyak membicarakan masalah ini.

Berbagai publikasi yang dikendalikan negara pun mempertanyakan kredibilitas Sautbay.

Beijing juga menuduh Zenz memalsukan fakta dan data serta menunjukkan bahwa ia terkait dengan faksi 'sayap kanan' pemerintah AS.

Pengamat China juga mempertanyakan Zenz yang menjadi 'pakar dadakan' soal Xinjiang dan Uighur.

Al Jazeera juga telah meminta tanggapan resmi dari Kementerian Luar Negeri China, tetapi belum menerima balasan.

Media ini juga telah meminta komentar dari Institut HAM di Universitas Ilmu Politik dan Hukum China, tetapi juga belum ada konfirmasi lebih lanjut.***

Editor: Rizki Ramadhan

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x