ZONABANTEN.com - Kemiskinan menghantui Timor Leste. Negara yang dahulu adalah salah satu provinsi Indonesia saat ini tingkat kemakmurannya berada pada urutan ke 152 dari 162 negara yang ada di dunia.
Bahkan, jumlah warga miskin ini meningkat jika dibandingkan tahun 2018 yakni sebanyak 581.000 orang.
Populasi yang termasuk parah mengalami kondisi kemiskinan di Timor Leste terdapat 16,3 persen menurut survey MPI 2020.
Masuknya Timor Leste sebagai negara miskin dunia dilaporkan oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) seperti dikutip dalam laman resminya, HDR UNDP pada hari Jumat 4 September 2020.
UNDP merupakan salah satu sistem Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk memaksimalkan potensi negara-negara dunia dalam sisi pembangunan, termasuk di Timor Leste.
Sejak tahun 1999, UNDP berperan dalam pemulihan pasca-konflik dengan Indonesia.
Namun sampai saat ini yang didapat Timor Leste malah kemunduran ekonomi plus pandemi corona.
Program tersebut melakukan pembangunan berkelanjutan dan kini berfokus menempatkan Timor Leste pada pemerintahan yang demokratis dan efektif. Ditambah, berfokus pula dalam pengelolaan lingkungan yang ada di Timor Leste.
Bidang-bidang tersebut bertujuan untuk membina budaya pemerintahan demokratis yang efektif dan efisien, pengurangan kemiskinan, pengelolaan sumber daya lingkungan, dan kohesi sosial serta pencegahan konflik.
Dikutip dari The Oekusi Post, salah satu program pemerintah yang saat ini dipimpin oleh Perdana Menteri Taur Matan Ruak adalah mengelabui petani dengan mempromosikan hasil pertaniannya, namun nyatanya anggota pemerintahannya lebih memilih menerima beras impor dari luar negeri yang sudah tidak bergizi lagi.
Pada Kamis 13 Agustus 2020 ada sekitar tiga orang menteri yang berbondong-bondong menjemput enam ribu beras impor dari Vietnam.
Mereka sangat berani dan senang sekali memamerkan beras impor yang akan dijadikan ketahanan pangan nasional. Mereka tidak malu karena beras dalam hal ini sudah kurang gizi, namun mereka tetap rela merogoh kocek ribuan dolar AS untuk membelinya.
Situasi ini adalah akibat langsung dari produktivitas pertanian yang buruk, pendapatan yang rendah, infrastruktur yang belum berkembang dan kerentanan pasokan pangan Timor-Leste terhadap dampak harga pangan global dan variasi iklim.
“Namun, situasi ini tidak berarti pemerintah harus mengimpor beras pecah dari luar negeri. Beras lokal yang diproduksi oleh petani lokal di dalam negeri penuh dengan gizi yang baik tapi sayangnya pemerintah tidak mau membelinya," kata seorang komentator.
Tiga menteri yang mengunjungi nasi pecah di pelabuhan Dili adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Joaquim Amaral, Menteri Perhubungan dan Komunikasi José Agustinho da Silva, Menteri Pariwisata, Perdagangan dan Industri José Lucas do Carmo da Silva.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Joaquim Amaral mengatakan, pemerintah membeli beras patah ini dengan tujuan mengantisipasi kelaparan saat wabah Covid-19.
"Hari ini kami datang ke sini untuk menyaksikan beras yang kami beli selama krisis Covid-19. Saat itu, semua negara tidak menjual beras karena upaya pemerintah melakukan negosiasi dengan pemerintah Vietnam, membeli beras untuk menjamin stok nasional kita, ”kata Menteri Joaquim.
Tetapi ketika foto tiga menteri diposting di Halaman Penggemar MCAE, itu segera menarik reaksi dari mantan Presiden Republik dan pemenang Hadiah Nobel Perdamaian José Ramos Horta dengan komentar yang tidak setuju dengan kebijakan ini.
“Hanya di Timor-Leste. Rombongan menteri menuju pelabuhan untuk menyambut kedatangan kiriman beras dari Vietnam yang dibayar penuh oleh TL, ”kata Ramos Horta.
“Mungkin minggu depan untuk menunjukkan prestasinya Menteri akan pergi ke perbatasan darat di Mota Ain untuk menyambut kedatangan truk dari Kupang membawa berbagai macam barang dagangan seperti mie super dan rokok ?,” tanyanya.*** (Lusi Nafisa)