Ia bersama masyarakat sekitar membangunnya pada tanggal 5 Sapar tahun Wawu (1654 Masehi), yang terletak kurang lebih 500 meter dari tepi barat Sungai Cisadane, tepatnya di Gardu Gede, atau yang sekarang disebut Kampung Gerendeng.
Tugu tersebut berfungsi sebagai pembatas atau penanda wilayah kekuasaan Kesultanan Banten di sebelah barat Sungai Cisadane, dengan wilayah yang dikuasai oleh VOC di sebelah timur.
Baca Juga: Sejarah Singkat Kota Tangerang Selatan, Daerah Otonom yang Dibentuk pada 2008
Berdasarkan fungsinya tersebut, masyarakat menyebut tugu dan daerah tersebut dengan sebutan “Tetengger” atau “Tanggeran”, yang artinya penanda.
Saat Tanggeran dikuasai penuh oleh Belanda, mereka merekrut warga pribumi dari Madura dan Makassar, yang di antaranya ditempatkan di sekitar wilayah benteng.
Tentara VOC yang berasal dari Makassar tidak mengenal huruf mati, dan terbiasa menyebut “Tangeran” menjadi “Tangerang”.
Kesalahan ejaan itulah yang menjadi nama Kota Tangerang, yang diwariskan dari generasi ke generasi, bahkan hingga sekarang.***